Archive

Archive for July, 2007

Hidup adalah pilihan…..

July 30, 2007 Leave a comment

Ada sebuah perusahaan besar yang sedang mencari karyawan. Dalam tes tertulisnya, mereka hanya memberikan satu kasus untuk dijawab:

Anda sedang mengendarai motor di tengah malam gelap gulita dan hujan lebat di sebuah daerah yang penduduknya sedang diungsikan semuanya karena bencana banjir. Pemerintah setempat hanya bisa memberikan bantuan 1 buah bis yang saat ini juga sedang mengangkut orang-orang ke kota terdekat.

Saat itu juga Anda melewati sebuah perhentian Bis satu-satunya didaerah itu. Di perhentian Bis itu Anda melihat 3 orang yang merupakan orang terakhir di daerah itu yang sedang menunggu kedatangan Bis :

– Seorang nenek tua yang sekarat
– Seorang dokter yang pernah menyelamatkan hidup Anda sebelumnya.
– Seseorang yang selama ini menjadi idaman hati Anda dan akhirnya Anda temukan

Anda hanya bisa mengajak satu orang untuk membonceng Anda, siapakah yang akan Anda ajak ? Dan jelaskan jawaban Anda mengapa Anda melakukan itu. Sebelum Anda menjawab, ada beberapa hal yang perlu Anda pertimbangkan:

Seharusnya Anda menolong nenek tua itu dulu karena dia sudah sekarat.
Jika tidak segera ditolong akan meninggal.  Namun, kalo dipikir-pikir, orang yang sudah tua memang sudah mendekati ajalnya. Sedangkan yang lainnya masih sangat muda dan harapan hidup kedepannya masih panjang.

Dokter itu pernah menyelamatkan hidup Anda. Inilah saat yang tepat untuk membalas budi kepadanya. Tapi kalo dipikir, kalo sekedar membalas budi bisa lain waktu khan. Namun, kita tidak akan pernah tau kapan kita mendapatkan kesempatan itu lagi.

Mendapatkan idaman hati adalah hal yang sangat  langka. Jika kali ini Anda lewatkan, mungkin Anda tidak akan pernah ketemu dia lagi. Dan impian Anda akan kandas selamanya.

Jadi yang mana yang Anda pilih ?

Categories: Misc, Renungan

Mengisi Sya’ban Menyongsong Ramadhan

July 24, 2007 1 comment

Sya’ban gerbang Ramadhan. Ia sekaligus madrasah untuk mempersiapkan diri menapaki bulan bertabur pahala itu. Songsong Ramadhan dengan membiasakan diri berpuasa.

Kita sedang berada di bulan Sya’ban. Sebentar lagi, Ramadhan menjelang. Layaknya tamu agung yang membawa beragam kebaikan dan pahala, Ramadhan harus disambut dengan baik. Di antara bentuk penyambutan itu adalah memaksimalkan ibadah di bulan Sya’ban.

Puasa merupakan salah satu ibadah paling banyak yang dilakukan Rasulullah saw di bulan Sya’ban. Aisyah berkata, “Rasulullah saw berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah berbuka. Beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban,” (HR Bukhari No. 1833, Muslim No. 1956). Dalam riwayat Muslim disebutkan, beliau saw berpuasa pada bulan Sya’ban semuanya. Sedikit sekali beliau tidak berpuasa di bulan Sya’ban.

Sebagian ulama di antaranya Ibnul Mubarak menguatkan, Nabi saw tidak pernah menyempurnakan puasa Sya’ban tapi banyak berpuasa. Pendapat ini didukung dengan riwayat pada Shahih Muslim dari Aisyah, “Saya tidak mengetahui beliau saw puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan.”

Dalam riwayat Muslim yang lain, Aisyah menceritakan, “Saya tidak pernah melihat beliau puasa satu bulan penuh sejak menetap di Madinah kecuali bulan Ramadhan.” Dalam Shahihain, Ibnu Abbas berkata, “Tidaklah Rasulullah saw berpuasa satu bulan penuh selain Ramadhan,” (HR Bukhari No. 1971 dan Muslim No.1157).
Ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw memperbanyak puasa sunnahnya di bulan Sya’ban. Hal ini diikuti oleh para sahabatnya. Ibnu Hajar menambahkan, “Puasa beliau saw pada bulan Sya’ban sebagai puasa sunnah lebih banyak daripada puasanya di selain bulan Sya’ban. Beliau puasa untuk mengagungkan bulan Sya’ban.”

Tentu bukan tanpa alasan mengapa Nabi saw memperbanyak puasanya di bulan Sya’ban. Usamah bin Zaid pernah bertanya, “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam satu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu di bulan Sya’ban.” Beliau bersabda, “Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan. Ia merupakan bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada rabbul ‘alamin. Saya suka untuk diangkat amalan saya sedangkan saya dalam keadaan berpuasa,” (HR Nasa’i, lihat Shahih Targhib wat Tarhib hlm. 425).

Dalam sebuah riwayat dari Abu Dawud (No. 2076), disebutkan, “Bulan yang paling dicintai Rasulullah untuk berpuasa adalah Sya’ban kemudian beliau sambung dengan Ramadhan,” (Dishahihkan oleh Al-Albani, lihat Shahih Sunan Abi Dawud 2/461).
Bahkan, begitu agungnya bulan Sya’ban, sampai-sampai Ibnu Rajab mengatakan, puasa Sya’ban lebih utama dari puasa pada bulan haram (Muharam, Rajab, Dzulqa’dah dan Dzulhijah).

Ibnu Rajab menambahkan, amalan sunnah paling utama adalah yang dekat dengan Ramadhan. Kedudukan puasa Sya’ban di antara puasa yang lain sama dengan kedudukan shalat sunah rawatib terhadap shalat fardhu. Karena sunah rawatib lebih utama dari sunah muthlaq dalam shalat, demikian juga puasa sebelum dan sesudah Ramadhan lebih utama dari puasa pada bulan lainnya yang jauh dari Ramadhan.

Rasulullah saw menjelaskan, banyak orang yang lalai dengan kehadiran bulan Sya’ban. Banyak yang menganggap, puasa Rajab lebih utama dari puasa Sya’ban karena Rajab merupakan bulan haram. Padahal tidak demikian. Dalam hadits itu pula terdapat dalil disunahkannya menghidupkan waktu-waktu yang manusia sering lalai. Sebagaimana sebagian kaum shalih terdahulu yang suka menghidupkan waktu antara Maghrib dan Isya dengan shalat. Mereka mengatakan saat itu adalah waktu lalainya manusia.

Menghidupkan waktu-waktu yang sering dilupakan punya beberapa faedah. Di antaranya, menjadikan amalan itu tersembunyi dan tidak diketahui orang banyak. Menyembunyikan dan merahasiakan amalan sunnah lebih utama, terlebih puasa karena merupakan rahasia antara hamba dengan Rabbnya.

Karena itu, puasa mendidik kita untuk tidak riya’. Bahkan, sebagian ulama salaf berpuasa bertahun-tahun tapi tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Mereka keluar dari rumahnya menuju pasar dengan bekal dua potong roti kemudian disedekahkan. Sementara dia sendiri tetap berpuasa. Keluarganya mengira, dia makan dan orang-orang di pasar menyangka ia telah makan di rumahnya.
Sebagian salafus shalih malah ada yang berusaha sengaja menyembunyikan puasanya. Ibnu Mas’ud berkata, “Jika kalian akan berpuasa maka berminyaklah (memoles bibirnya dengan minyak agar tidak terkesan sedang berpuasa).” Qatadah menambahkan, “Disunahkan bagi orang yang berpuasa untuk berminyak sampai hilang kesan bahwa ia sedang berpuasa.”

Sebagian ulama berbeda pendapat tentang sebab Rasulullah saw sering berpuasa di bulan Sya’ban. Ada yang mengatakan, Rasulullah saw biasa melakukan puasa pada ayyamul bidh (puasa tiga hari setiap bulan). Karena safar atau hal lainnya, sebagian terlewatkan. Maka beliau mengumpulkannya dan mengqadha’nya pada bulan Sya’ban.
Ada juga yang mengatakan, karena beberapa istri beliau mengqadha’ puasa Ramadhannya di bulan Sya’ban, beliau pun ikut berpuasa. Namun ini bertolak belakang dengan apa yang dikatakan Aisyah bahwa dia mengakhirkan membayar utang puasa sampai bulan Sya’ban karena sibuk bersama Rasulullah saw.

Ada juga yang mengatakan, beliau saw berpuasa di bulan Sya’ban karena pada bulan itu manusia sering lalai. Pendapat ini lebih kuat karena adanya hadits Usamah menyebutkan, “Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan,” (HR Nasa’i. Lihat Shahihut Targhib wat Tarhib hlm. 425).

Jika masuk bulan Sya’ban sementara masih tersisa puasa sunnah yang belum dilakukan, Rasulullah saw mengqadha’nya pada bulan tersebut. Dengan demikian, sempurnalah puasa sunnah beliau sebelum masuk Ramadhan.
Di antara faedah penting yang dapat kita rasakan dengan berpuasa Sya’ban adalah, puasa ini merupakan latihan untuk puasa Ramadhan agar tidak mengalami kesulitan. Bahkan akan terbiasa sehingga bisa memasuki Ramadhan dalam keadaan kuat dan bersemangat.

Karena Sya’ban merupakan pendahuluan bagi Ramadhan, maka berlaku juga amalan di bulan Ramadhan, seperti puasa, membaca al-Qur’an, dan sedekah. Salamah bin Suhail mengatakan, “Bulan Sya’ban merupakan bulan para qurra’ (pembaca al-Qur’an).” Jika masuk bulan Sya’ban, Habib bin Abi Tsabit berkata, “Inilah bulan para qurra’.” Jika bulan Sya’ban datang, Amr bin Qais al-Mula’i menutup tokonya dan meluangkan waktu (khusus) untuk membaca al-Qur’an.

Dari Imran bin Hushain bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apakah engkau berpuasa pada sarar (akhir) bulan ini?” Dia berkata, “Tidak.” Maka beliau bersabda, “Apabila engkau berbuka maka puasalah dua hari.” Dalam riwayat Bukhari disebutkan, “Saya kira yang dimaksud adalah bulan Ramadhan.” Sementara dalam riwayat Muslim, “Apakah engkau puasa pada sarar (akhir) bulan Sya’ban?” (HR Bukhari 4/200 dan Muslim No. 1161).
Terdapat perbedaan dalam penafsiran kata sarar dalam hadits ini. Yang masyhur maknanya adalah akhir bulan. Dikatakan sararusy syahr dengan mengkasrahkan sin atau memfathahkannya. Dan memfathahkannya, ini yang lebih benar. Akhir bulan dinamakan sarar karena istisrarnya bulan (yakni tersembunyinya bulan).

Selain itu, dalam Shahihain dari Abu Hurairah, Nabi saw bersabda, “Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya kecuali orang yang terbiasa berpuasa maka puasalah,” (HR Bukhari No. 1983 dan Muslim No. 1082). Lalu, bagimana kita mengompromikan hadits Imran bin Hushain yang menganjurkan berpuasa, dengan hadits larangan ini?

Sebagian besar ulama dan pensyarah hadits menyebutkan, orang yang ditanya oleh Rasulullah saw ini diketahui terbiasa berpuasa atau karena punya nadzar sehingga diperintahkan untuk membayarnya.

Namun demikian, dalam masalah ini ada beberapa pendapat lain. Pertama, berpuasa dengan niat puasa Ramadhan sebagai bentuk kehati-hatian barangkali sudah masuk bulan Ramadhan. Puasa seperti ini hukumnya haram. Kedua, berpuasa dengan niat nadzar atau mengqadha’ Ramadhan yang lalu, membayar kafarah atau yang lainnya. Jumhur ulama membolehkan yang demikian. Ketiga, berpuasa dengan niat puasa sunah biasa.

Kelompok yang mengharuskan adanya pemisah antara Sya’ban dan Ramadhan dengan berbuka membenci hal yang demikian. Di antaranya Hasan Bashri—meskipun sudah terbiasa berpuasa—akan tetapi Malik memberikan rukhsah (keringanan) bagi orang yang sudah terbiasa berpuasa. Asy-Syafi’i, al-Auzai’, Ahmad dan selainnya memisahkan antara orang yang terbiasa dengan yang tidak.

Secara keseluruhan hadits Abu Hurairah tadilah yang digunakan oleh kebanyakan ulama. Yakni, dibencinya mendahului Ramadhan dengan puasa sunah sehari atau dua hari bagi orang yang tidak biasa berpuasa, dan tidak pula mendahuluinya dengan puasa pada bulan Sya’ban yang terus-menerus bersambung sampai akhir bulan.

Apabila seseorang berkata, kenapa puasa sebelum Ramadhan secara langsung ini dibenci? Pertama, agar tidak menambah puasa Ramadhan pada waktu yang bukan termasuk Ramadhan, sebagaimana dilarangnya puasa pada hari raya karena alasan ini, sebagai langkah hati-hati. Atas dasar ini maka dilarang puasa pada yaumusy syak (hari yang diragukan).

Umar berkata, “Barangsiapa yang berpuasa pada hari syak maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim saw.” Hari syak adalah hari yang diragukan apakah termasuk Ramadhan atau bukan.

Adapun yaumul ghaim (hari yang mendung sehingga tidak bisa dilihat apakah hilal sudah muncul atau belum), maka di antara ulama ada yang menjadikannya sebagai hari syak dan terlarang berpuasa. Ini perkataaan kebanyakan ulama.

Kedua, membedakan antara puasa sunah dan wajib. Membedakan antara fardhu dan sunah itu disyariatkan. Karenanya, diharamkan puasa pada hari raya (untuk membedakan antara puasa Ramadhan yang wajib dengan puasa pada bulan Syawwal yang sunnah).

Rasulullah juga melarang menyambung shalat wajib dengan dengan sunah sampai dipisahkan oleh salam atau pembicaraan. Terlebih-lebih shalat sunah qabliyah fajr (Subuh). Bahkan, disyariatkan untuk dilakukan di rumah serta berbaring-baring sesaat. Ketika melihat ada yang shalat qabliyah kemudian qamat dikumandangkan, Nabi saw berkata, “Apakah shalat Subuh itu empat rakaat?” (HR Bukhari No.663).

Yang paling penting, jangan sampai muncul pendapat, dilarangnya berpuasa sehari menjelang Ramadhan agar bisa memuaskan nafsu sebelum Ramadhan tiba. Sebaliknya, hari-hari Sya’ban harus menjadi madrasah dan ajang mempersiapkan diri menapaki Ramadhan. —== Hepi Andi [ Sumber : Dari Milis ] ==—

Categories: Islam, Renungan

Inventaris Ketrampilan dan Keahlian Demi Masa Depan

July 23, 2007 Leave a comment

“Apa pekerjaan Anda?” demikian pertanyaan kenalan yang baru pertama kali saya jumpai di satu kesempatan. Biasanya, jawaban saya cukup “membingungkan”, bahkan ada satu sahabat baik saya yang sampai saat ini masih “sulit membayangkan apa sih tepatnya pekerjaan saya sehari-hari yang kelihatannya hampir tidak bekerja ini.”

Di depan laptop HP saya, biasanya saya hanya kelihatan sedang membalas e-mail atau mengetik saja. Di ruang keluarga, kelihatan saya hanya membaca buku-buku ringan dan kadang-kadang cukup lucu. Di dapur, kelihatannya saya hanya memasak saja. Di muka televisi, kelihatannya saya manggut-manggut saja ketika Oprah maupun Anderson Cooper membawakan pandangan mereka. Di akhir pekan, kelihatannya saya hanya menginap di salah satu hotel berbintang untuk “duduk mendengarkan orang lain berbicara.” Di lain kesempatan, saya hanya kelihatan seperti ngobrol dengan rekan-rekan yang mendengarkan dengan seksama. Lantas, apa sih pekerjaan saya?

Apakah kegiatan di atas adalah kegiatan ketika saya bekerja atau menikmati hidup? Jawaban saya: dua-duanya benar. Pada saat saya melakukan kegiatan di atas, biasanya kerangka berpikir saya saling berhubungan satu sama lain, membentuk suatu skema maupun hubungan-hubungan subconscious yang suatu saat bisa kapan saja diraih untuk dipakai dalam kegiatan-kegiatan tertentu.

Bagi saya, setiap detik adalah saat saya bekerja dan bermain. Ketika bermain, saya dengan sadar memasukkan informasi-informasi baru dan menghubung-hubungkannya dengan existing knowledge. Ini juga yang mencetuskan keputusan saya untuk memulai bidang baru di bidang screenwriting. Visual and aural information yang telah bermukim di dalam benak ini tinggal dibuatkan plot-plot kerangka saja sudah bisa menghasilkan satu kisah yang bisa dibuatkan dokumentasinya.

Idealnya, setiap orang membuat inventaris ketrampilan dan keahlian yang dimilikinya. Di era cyber dan robotik ini, setiap ketrampilan dan keahlian sangat menentukan masa depan seseorang. Sayangnya, kebanyakan orang sangat mengandalkan apa yang mereka dapatkan dari bangku sekolah sebagai satu-satunya yang “pantas” untuk membukakan pintu masa depan mereka.

Juga, sesungguhnya lebih make sense untuk mengambil jurusan dalam bidang yang sangat diminati dari lubuk hati terdalam, bukan karena “trend” di masyarakat maupun karena kedengarannya lulusan ini dan itu bisa menghasilkan lebih banyak uang. Gelar hukum saya dari Universitas Indonesia, misalnya, kebanyakan bersifat supplemental dalam membantu membangun empire business saya di bidang informasi, pendidikan dan baru-baru ini di bidang fesyen dan kosmetika. Namun, tidak pernah satu hari pun saya sesalkan, karena sangat membantu dalam menangani masalah-masalah legal yang saya hadapi sebagai entrepreneur.

Sebagai seorang penulis, penerbit dan edukator by profession, lantas mengapa saya branch out ke bidang fesyen dan kosmetika (juga penulisan film)? Alasannya mudah saja, karena ternyata ketrampilan dan keahlian saya tidak terbatas di bidang-bidang di atas. Hal-hal yang merupakan “hobi” di masa lampau, kalau dikembangkan secara profesional pun akan menghasilkan karya yang tidak tanggung-tanggung.

Ketika saya bekerja, saya bermain. Ketika saya bermain, saya bekerja. Kedua hal ini <>overlapping satu sama lain, yang kalau digali dengan sungguh-sungguh pasti menghasilkan buah melimpah.

Memang kerja keras sendiri sudah merupakan “sukses” bagi banyak orang, seperti salah satu pembaca artikel saya yang mengirimkan e-mailnya. Memang benar setiap kerja keras adalah benih sukses tidak terhingga. Namun alangkah indahnya jika setiap kali kita bermain, benih sukses juga tertanam?

Intinya hanya satu: be aware of what the world brings to you, so you can bring some of what you have inside to the world outside. [ Dari pembelajar.com ]

Salam sukses!

* Jennie S. Bev adalah penulis, konsultan dan edukator perantauan berbasis di Northern California. Ia telah menerbitkan lebih dari 40 buku dan 900 artikel di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Perancis, Jerman, Singapura dan Indonesia.

Kiat Jitu Mengelola Keuangan Keluarga

July 16, 2007 1 comment

Mengelola penghasilan dengan baik, masa depan keluarga Anda terjamin. Anggaran yang benar merupakan ‘kartu pas’ meraih jaminan itu.
Dana seringkali sudah ‘kering’ padahal tanggal gajian masih lama? Atau Anda bingung, dari mana bisa dapat dana untuk bayar uang pangkal TK si kecil yang berjut-jut itu? Mungkin pula Anda merasa sudah kerja keras, lebih dari 12 jam sehari, tapi belum juga ada hasil yang nyata. Sudahlah… sebaiknya periksa kembali apakah pengelolaan keuangan Anda sudah tepat?
Perlu anggaran
Berapa pun penghasilan Anda tak pernah cukup jika tidak direncanakan dengan benar. Masalah-masalah keuangan seperti di atas tak seharusnya terjadi jika Anda dan pasangan mengelola keuangan dengan baik.
“Penghasilan kita sebaiknya tidak hanya cukup untuk memenuhi pengeluaran kebutuhan hidup saat ini, tapi juga investasi masa depan,” ungkap Mike Rini , Perencana Keuangan dari Biro Perencanaan Keuangan Safir Senduk & Rekan.
Mike menyarankan agar tiap keluarga membagi penghasilan dalam pos-pos pengeluaran. Pos pengeluaran pertama untuk membayar utang: kartu kredit, cicilan rumah, cicilan mobil, dan lain-lain. Besarnya pos pengeluaran pertama ini sebaiknya tidak lebih dari 30 persen penghasilan.
Pos kedua adalah tabungan dan investasi. Kalau biasanya keluarga menabung di akhir bulan, setelah ada sisa pengeluaran, Mike menyarankan sebaliknya. “Tabungan dan investasi dialokasikan di awal. Kalau tidak demikian, tak akan pernah terisi, karena cenderung berapa pun uang yang ada akan habis,” jelasnya. Bila keluarga belum punya tujuan keuangan atau rencana digunakan untuk apa uang tabungan itu, pos ini sekurang-kurangnya 10 persen dari penghasilan keluarga.
Pos ketiga yaitu untuk premi asuransi. “Asuransi diperlukan keluarga untuk memperkecil risiko keuangan yang mungkin terjadi,” jelas Mike. Misalnya, terjadi sesuatu dengan kepala keluarga, dengan asuransi jiwa, istri yang tidak bekerja dapat menggunakan uang pertanggungan untuk membuka usaha, misalnya. Besarnya premi asuransi dari total asuransi yang diambil keluarga sebaiknya tak lebih dari 10 persen saja. Tak dianjurkan lebih dari 10 persen, karena hal yang dikhawatirkan belum tentu terjadi.
Pos keempat, yang terakhir, barulah biaya hidup keluarga. Pos ini mendapat alokasi sisa dari pengeluaran tiga pos itu tadi. Termasuk dalam pos keempat adalah belanja keluarga dan belanja pribadi Anda dan pasangan, transportasi, pembantu rumah tangga, rekening listrik, telepon dan air, pakaian, pembantu rumah tangga, hiburan dan mainan anak.
Pengalokasian dana pada setiap item, menurut Mike, fleksibel. Meski pos yang terakhirlah yang pertama kali diutak-atik jika keluarga merasa perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian untuk mencapai suatu tujuan. Anggaran sebaiknya dibuat setahun sekali, untuk merevisi jika dirasa perlu penyesuaian-penyesuaian.
Meski tidak persis sama dengan apa yang Mike jelaskan, keluarga muda melakukan alokasi dana saat menerima penghasilan. Fransisca Elly Dwi Astuti (37 tahun) atau Sisca , ibu dari Dorothea Wening Sonyaruri (7 tahun) dan Dolorosa Raras Cindiwangi (3 tahun) salah satunya. “Penghasilan tetap suami langsung saya gunakan untuk biaya hidup keluarga sehari-hari,” ujar Sisca. Sedangkan penghasilan tetapnya sebagai Manager Promosi sebuah perusahaan rekaman langsung masuk tabungan.
Sisca tidak pernah membayar utang. “Saya dan suami terbiasa menabung untuk membeli sesuatu. Kalau tidak punya uang, ya tidak usah beli. Sementara untuk premi asuransi pendidikan, kesehatan dan kendaraan, kami bayar pertahun,” tuturnya
Lain halnya Marcelline Ellena (30 tahun) yang dipanggil Celli, wiraswasta dan ibu dari Michael Ken Jie (3 tahun). “Setiap bulannya saya tidak punya patokan untuk beli ini dan itu. Kalau keperluan rumah tangga ada yang habis, ya beli sesuai keperluan. Karena penghasilan juga tidak tentu, pengeluaran juga tidak direncanakan.”
Sesuaikan dengan tujuan keuangan
“Jika hanya menabung 10 persen dari tabungan, kapan kami dapat liburan keliling Eropa sekeluarga?” Mungkin demikian pikir Anda. Apalagi Anda masih ingin punya mobil baru, rumah baru, menyekolahkan anak ke luar negeri, dan sejumlah keinginan lain. Itu sebabnya, perencanaan dibuat disesuaikan tak hanya berdasar penghasilan, tetapi juga tujuan keuangan keluarga.
Setiap keluarga sebaiknya punya tujuan keuangan yang merupakan segala keinginan seseorang atau sebuah keluarga yang butuh sejumlah uang untuk mewujudkannya. Dengan adanya tujuan keuangan,
kita dapat merencanakan berapa lama dapat mencapai tujuan tersebut dan langkah apa yang dapat kita ambil. Ada tujuan dalam jangka pendek, yaitu jika ingin dicapai dalam waktu kurang dari satu tahun; jangka menengah, jika waktu yang ingin dicapai 1 – 5 tahun; dan jangka panjang, jika waktu yang ingin dicapai lebih dari 5 tahun.
Mike mencontohkan jika keluarga ingin membeli rumah lima tahun lagi, mereka perlu membuat tujuan secara spesifik, yaitu berapa harga rumah yang diinginkan dan dalam berapa tahun lagi dibeli, dan darimana uang untuk membayarnya. Misalnya, harga rumah yang diinginkan saat ini Rp. 500 juta. Bila berniat menyicil, berapa uang muka yang perlu disiapkan. Uang muka yang umumnya 30 persen dari harga rumah ini dapat diperoleh keluarga dengan melihat “Neraca Keluarga” (Lihat boks : Contoh Anggaran Keluarga). Setelah itu, hitung berapa kekurangannya untuk uang muka ini. Dalam waktu 5 tahun berarti keluarga perlu menabung sejumlah sisa uang muka.
Misalnya tidak ada uang yang dapat diambil dari tabungan, keluarga dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian anggaran dengan menabung untuk uang muka ini. Secara sederhana, dapat kita hitung Rp. 150.000.000,- : 5 tahun : 12 bulan = Rp. 2.500.000,- perbulan. Namun, dalam 5 tahun ke depan, rumah yang saat ini seharga Rp. 500.000.000,- berubah harganya. Untuk itu, keluarga dapat memprediksikan tingkat inflasi. Jika menginginkan perhitungan yang mendekati angka yang tepat, Anda dapat minta bantuan perencana keuangan untuk menghitungnya.).
Sebuah keluarga dapat saja memiliki lebih dari satu tujuan keuangan. Jika sudah tahu tujuan keuangan dan kondisi keuangan, barulah keluarga membuat perencanaan atau anggaran setiap bulannya.
Tujuan keuanganlah yang membuat Sisca menabung penghasilan tambahannya dan suami. “Saya dan suami punya impian bisa membuat studio. Entah untuk disewakan atau punya PH ( Production House ) sendiri. Untuk itu kami perlu membeli tanah yang luas dalam sepuluh tahun ke depan.”
Kenali produk-produk investasi
Meski berniat menabung, namun Anda kesal juga melihat tambahan dana tabungan merayap lamban. Bahkan bunga yang diberikan tak terasa karena dipotong biaya administrasi dan pajak. Jika ini yang Anda alami, Mike menyarankan melakukan investasi.
“Menabung tidak usah banyak-banyak, lebih baik banyak dinvestasikan saja,” tuturnya. Besarnya tabungan sebaiknya dijaga antara 3 – 6 kali pengeluaran Anda perbulan. Tabungan inilah yang dinamakan “dana cadangan” atau “ emergency fund” . Dana ini dapat digunakan jika ada pengeluaran tak terduga.
Jika ada dana lebih, keluarga dapat menginvestasikannya dalam beberapa jenis investasi. Mike membagi dalam empat kategori. Pertama, investasi melalui produk-produk keuangan. Keluarga dapat memilih sesuai pengalaman dan pengenalan produk investasi tersebut. Mereka yang awam biasanya memilih deposito. Selain Deposito, keluarga juga dapat memilih reksadana (mutual fund), saham dan obligasi. Reksadana adalah sebuah bentuk investasi yang menggabungkan semua uang investor dalam suatu wadah, dimana uang tersebut selanjutnya dikelola oleh sebuah perusahaan investasi dengan cara mengalokasikannya ke dalam satu atau berbagai macam instrumen investasi. Obligasi adalah surat hutang yang diterbitkan baik oleh pemerintah maupun perusahaan.
Kategori kedua adalah melalui usaha. Keluarga membuka usaha sendiri, sebagai sampingan dari penghasilan tetap maupun bergabung dengan orang lain.
Kategori ketiga adalah properti. Keluarga dapat membeli tanah atau rumah, misalnya. Dapat dikontrakkan atau untuk usaha kamar kos.
Kategori terakhir adalah exotic investment . Termasuk di dalamnya emas, berlian atau pun barang-barang koleksi yang bernilai seperti lukisan. (Lihat boks : Sehatkah Perencanaan Keuangan Keluarga Anda?).
Investasi usaha, properti dan exotic investment tampaknya banyak dikenal. Celli dan Sisca memilih investasi jenis ini jika ada dana lebih dalam keuangan mereka.

Dari AyahBunda Online

Categories: Keluarga

Mobile, time to rock !!!

July 12, 2007 Leave a comment

Kemarin pagi ( 11 Juli 2007 ), waktu masuk keruangan, ada notes kecil di keyboard pc ku “PDA ada dalam lemari”, begitu tulisan yang ada diatasnya. Penasaran, segera saja aku buka lemari tempat menyimpan semua peralatan perang IT ( 🙂 ), dan aku lihat ada satu plastik berwarna putih, dengan 2 buah box didalamnya. Yeah…….. PDA nya sudah datang… HP iPaq Hx 2400 Series, only for corporate.

Yes, saat nya untuk mencoba mainan baruku. Maklum, project yang sedang aku pegang sekarang adalah Mobile Application. Beberapa bulan ini sudah coba-coba coding, namun masih pake emulator buat ngetesnya. So, kebayang kan, gimana nggak “fungky” nya. :P.

So, now i will be start for mobile programming. Semoga saja ada waktu untuk dapat menuliskannya di blog ini.

Categories: Work

Staf IT Senang Mengintip Data Personal Karyawan

July 9, 2007 Leave a comment

Bila saat ini Anda tidak khawatir soal keamanan data personal, mungkin sudah saatnya Anda mulai khawatir. Pasalnya, sebuah survey baru-baru ini menemukan hampir sepertiga staf IT (Information Technology) menyalahgunakan wewenang dalam posisi mereka untuk mengintip informasi personal dan rahasia dalam sistem komputer perusahaan.
Survey yang dilakukan Cyber-Ark Software bulan lalu di Eropa itu menemukan satu dari tiga orang staf IT mengaku telah masuk ke sistem perusahaan dan mengintip informasi rahasia seperti data-data pribadi, data gaji, email pribadi dan data HR.

Salah seorang IT Administrator yang disurvey bahkan tertawa sambil menjawab survey, dan mengatakan, “Mengapa Anda terkejut bila begitu banyak dari kami yang mengintip data-data Anda, bukankah Anda juga akan melakukan hal yang sama bila Anda punya akses seperti itu!”

Bukan hanya itu, sepertiga dari profesional di bidang IT yang disurvey itu merasa yakin mereka masih bisa mengakses data dalam jaringan perusahaan setelah mereka tidak lagi bekerja di sana.

Hasil riset ini menunjukkan faktor manusia adalah faktor yang paling lemah dalam jaringan pengamanan data dalam perusahaan. Sebulan sebelumnya sebuah riset yang dilakukan Ponemon Institute menemukan sepertiga eksekutif tidak mempercayai perusahaan mereka sendiri dalam hal informasi sensitif dan pribadi mereka dan merasa bahwa sebagian besar dari rekan kerja mereka juga tidak bisa dipercaya.

Menurut Cyber-Ark, sebagian besar dari masalah security ini disebabkan oleh kesalahan mengelola password.
Seperlima dari semua organisasi itu mengaku mereka jarang mengubah password administratif yang diberikan, sementara tujuh persen dari mereka mengatakan tidak pernah mengubah password administratif sama sekali. Hal itulah yang menyebabkan mengapa data mereka bisa diakses oleh orang lain.

Maraknya akses terhadap data personal karyawan merupakan dampak dari kemudahan teknologi. “Bila dulu kita harus membongkar tumpukan filing cabinet yang terdapat dalam departemen SDM untuk mendapatkan informasi confidential, kini yang kita perlukan hanyalah password administratif dan kita bisa masuk ke banyak tempat,” kata Calum Macleod, direktur Eropa untuk Cyber-Ark.

Perusahaan harus menyadari fakta bahwa bila mereka tidak memberlakukan beberapa lapisan security, memperketat akses pada informasi vital, dan mengontrol dengan baik password-password penting, maka aksi sabotase dan hacking seperti ini akan semakin marak, lanjut Macleod.  Apakah anda termasuk dalam kategori ini ?? 🙂

Dikutip dari PortalHR

Categories: Misc, Work

Belajar Untuk Bersyukur

July 6, 2007 Leave a comment

Lalai. Manusia selalu begitu. Kadang begitu luput. Ya, atas udara yang setiap hari kita hirup untuk nafas hidup kita. Tentang sehatnya tubuh kita hingga mudah untuk melakukan serangkaian aktivitas apa saja. Pun, tentang betapa rejeki Allah SWT yang telah mengalir dalam setiap detik kehidupan kita. Sungguh, sebuah kenikmatan yang semestinya tak boleh kita lupakan. Namun, lagi-lagi kita lalai. Jarang untuk bisa bersyukur atas apa yang ada. Atas apa yang kita punya dan nikmati. Maka, hari ini kita bisa belajar kepada seorang teman…Kang Dayat namanya.

Sore. Sehari yang lalu, dalam perbincangan yang akrab, keping-keping hikmah mengalir dalam setiap cerita yang disampaikannya. Larut, saya menyimak dengan tenang. Tentu, dengan harap, rahasia tentang kehidupan yang mungkin masih tersembunyi bisa saya petik, agar saya bisa lebih memaknai warna-warni kehidupan yang hanya sementara ini.
Bermula dari hidupnya yang sederhana. Lantas, menikmati pekerjaannya sebagai cleaning service pada sebuah institusi pendidikan tinggi. Gajinya, tidak banyak. Maklum, masih menjadi honorer. Diapun tak tahu, entah kapan menjadi PNS. Yang dia tahu, bekerja dengan sebaik-baiknya atas amanah yang dibebankannya. Keluhan, sesekali memang muncul.
Namun, dia lebih banyak untuk tidak terlalu membesar-besarkannya. Tiada guna, lebih baik nikmati saja. Bekerja dengan aroma kebahagiaan dalam kesehariannya. Begitulah, hari-hari berjalan.

Walaupun begitu. Dalam hidupnya yang pas-pasan, kini telah mempunyai seorang anak. Sedang masuk TK. Rupanya, memang skenario Allah itu selalu baik. Tinggal kitanya saja, bagaimana mensikapinya. Mungkin, tak ada yang percaya kalau dulu, waktu menikah, hanya bermodalkan RP 75 ribu, itu gajinya sebulan. Waktu itu di tahun 2001.

Begitulah, dengan modal itu, berniat melamar seorang gadis yang dicintainya. Indahnya, sang gadis mau-mau saja. Saya tak tahu. Mungkin perempuan yang kini menjadi istrinya itu juga percaya pada garis nasib dan rejeki yang akan diperoleh asalkan mau usaha. Entahlah, yang pasti ceritanya begitu. Sekarang saja, kalau mau tahu, gaji Kang dayat tak lebih dari Rp 300 ribu. Heran saya. Kok cukup ya. Tapi realitasnya memang begitu. Setelah saya tanyakan kepadanya, tentang bagaimana memanajemen uang yang sedikit itu, baru saya tahu, resepnya memang bersyukur. Ya, dia selalu mensyukuri saja setiap harta yang diperolehnya. Kadang, hutang memang tak terelakkan. Itu romantika. Hanya saja, selama ini bisa
tetap mempertahankan hidup bersama istri dan anaknya. Istrinya pun sama. Tak pernah menuntut lebih.

Dia memahami betul, gaji segitu memang mepet untuk hidup sebulan. Tapi dia lebih memilih menghargai suaminya yang telah bekerja. Ada sedikit penghasilan, daripada menganggur. Apalagi, suaminya juga pasti memberikan semua gaji dan rejeki yang diterima. Kalau ada keperluan, Kang Dayat ijin kepada istrinya untuk meminta uang demi keperluannya
itu. Kalau dipikir-pikir, mereka kok bisa hidup dan bertahan sampai kini.

Ah, memang rasa syukur itu sebuah “keajaiban”. Seperti adanya dalam ajaran Islam. Kalau kita mau bersyukur atas apa yang ada, maka Allah SWT akan menambahkan rejeki kita. Begitulah, sebuah ajaran yang bisa menjadi prinsip hidup kita. Kini, kita bisa bercermin. Saya percaya, banyak diantara kita yang punya penghasilan, punya harta yang lebih dari Kang Dayat, tapi masih saja selalu menggerutu, merasa kekurangan. Nah, inilah saatnya kita belajar tentang rasa syukur kepada beliau, sosok lelaki sederhana yang juga menjadi ketua RT untuk 40-an warga itu. Ini bukan berarti kita tak mau berusaha lebih. Justru, kita mesti berpacu, bersemangat untuk menyongsong datangnya rejeki. Setelahnya, baru kita mensyukuri atas apa yang kita peroleh itu. Bukannya mengutuk diri sendiri lantas terus menerus merasa kekurangan.

Bersyukur, inilah resepnya. Kalau sifat semacam ini bisa ada dalam diri kita. Insyallah, hidup senantiasa damai dan indah. Percayalah !.(yr)
——————————————————————–

Rumah Kelana, Akhir Juni 2007. Oleh Yon’s Revolta – Dikutip dari Milis

Categories: Islam, Keluarga, Renungan